Air mata masih berceceran
Jiwa-jiwa semakin layu menemani tubuh-tubuh tandus yang merayap mencari buah rizqi
Perut-perut lapar menempel remuk pada mesin politik
Penguasa memamerkan jubah kemanusiaan berwarna hak asasi
Namun si kaya hanya menyuapi tubuhnya saja
Ratusan ribu orang dibiarkan mandi dan minum air comberan: limbah pabrik
Menyantap sampah dan mengais belas kasih pada tangisnya sendiri

Di masjid-masjid, di seluruh tempat ibadah didengungkan kemakmuran
Roda ekonomi berjalan menuju kemapanan
Kesejahteraan ada di depan mata
Tapi sekali lagi si miskin digilas mesin kepercayaan
Tetap lapar, tetap bodoh

Di sekolah-sekolah
Siswa-siswa diajari menyontek demi nilai dan nama baik
Setiap ujian nasional sekolah merasa bangga dengan nilai
Padahal cuma nilai
Generasi kita tetap tak mampu bersaing
Tetap miskin dan bodoh

Jangan takut nak..
Bapak bisa menjadikanmu pegawai negri, polisi, hakim, jaksa
Kamu tidak perlu hawatir dengan nilai
Kita bisa membeli pekerjaan pada para pengemis yang sekarang berkuasa
Kita pun bisa membeli keadilan dan nama baik

Carut-marut pemikiran mengumpat ke segala arah
Menuding nasib yang tak pernah berpihak
Si miskin tetap merayap di bumi surga yang kayaraya
Anak-anaknya bergelantungan seperti kepompong
Kurus kering tak berdaya menantang moderenitas
Mereka butuh sayap untuk bisa terbang bebas seperti kupu-kupu
Walau cuma sayap kematian

Mati...
Kematian di mana-mana
Mati karena kehilangan harapan
Mati karena hayalan
Mati karena narkoba
Mati karena hilang akal
Mati nurani
Mati pikiran
Mati jasad

Dan bangkai-bangkai berkeliaran di sekitar kekuasaan
Menebarkan wabah baru
Kematian baru
Sampai nanti, ketika semua dibangkitkan oleh peluit panjang
Dan air mata membanjiri kesadaran
Bumi akan kembali subur
Manusia kembali jujur
Udara spiritual mengisi setiap paru-paru
Dan cakrawala baru dibentuk untuk menyambut setiap wajah yang tersenyum

Artikel Terkait: