SEPASANG JIWA MENGUKUR PENYATUAN

Suatu saat nanti kita menua, tak akan ada lagi kecantikan dan ketampanan yang bisa saling kita persembahkan untuk meredam guncangan sepi. Aku sudah bertanya pada jaman, usia kecantikan itu sangat pendek. Dengan apa kita akan saling mengikat setelah kenikmatan ragawi itu dikuras kemestian?
Masih sudikah kau memeluk tubuhku yang kendur hampir tanpa bentuk?
Masih sudikah kau membelai pipiku yang keriput, sedangkan rambut indah yang selalu kau puji juga sudah menguban ...?

Di sini di hati kecil yang menampung denyut kehidupan aku bertanya: Seberapa sempurna cinta yang telah kita perjalankan bersama waktu?
Apakah pernikahan ini sudah cukup sebagai saksi bahwa kita memang dipertemukan cinta?

Wahai istriku, sampai saat ini dan seumur hidup manusia kita masih akan harus mencari cinta. Ikrar setia yang kita ikatkan dalam pernikahan adalah pijakan kesejatian yang selalu butuh disempurnakan. Selama waktu masih menguasai kita, selama predikat demi predikat masih memenjarakan manusia, selama itulah kita masih mencari sesuatu yang hilang dari kesejatian. Tak perlu takut dengan puja-pujiku terhadap wajah cantik dan tubuh indahmu. Kekaguman yang bertempat bukanlah sebuah nista. Ada masa-masa yang harus kita lalui untuk mengerti apa itu rindu. Kita ini jiwa yang satu; Jiwa yang menyinggahi tubuh yang akan dikembalikan tiada. Ketika jiwa telah saling mengenal, maka aku akan melayanimu dan kau akan melayaniku untuk menempuh kesejatian itu. Bukankah kau memang penyempurnaku?


(KLU: MEI 2013)



Artikel Terkait:

0 Response to "SEPASANG JIWA MENGUKUR PENYATUAN"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme