Engkau bersusahpayah mengumpulkan pundi-pundi materi
Memanen kemuliaan dari tampuk kehormatan
Kau terjang marabahaya dengan menantang resiko kehilangan jatidiri
Kau buang cermin hati di tempat sampah yang sudah sering diludahi sumpah serapah
Engkau yang bergumul dengan gelisah memaknai aliran darah
Engkau yang terasing dari tujuan hidup
Yang begitu kesepian saat menggapai lukisan tanpa penjabaran
Dunia begitu absurd dengan segala kemewahan yang ternyata tak memuaskan
Dan dengan segenap rasa penasaran engkau merasa berhak mencicipi keindahan
Namun rasa lapar yang tak tertahankan membuat akal hilang keseimbangan
Berjalan terhuyunghuyung, terseokseok melahap segala yang mengenyangkan
Tapi rasa kenyang ternyata tak bisa sempurna
Sebentar saja berlalu, lenyap diambil waktu
Kemudian kau berbelok arah menuju tempat pengasingan
Mencari tempat dimana lapar sudah berhasil ditaklukkan
Di sana, kau bisa melihat jiwa-jiwa yang bercengkrama dengan nafsu tak bertopeng kesantunan
Namun begitu tunduk dan patuh pada bisikan menentramkan
Kau tahu..? Di sanalah tempatmu membasuh diri
Karena kekuasaan yang kau peroleh adalah hasil dari nafsu ambisi
Maka yang memegang kendali adalah nafsu, bukan kamu..!
Dan nafsu akan terus menyeretnyeretmu di jalan yang penuh dengan krikil tajam kegelisahan
Hingga kau selalu merasa sendiri:
Kesepian..
Karena tak ada orang yang benar-benar mengenalmu
Semua orang hanya melihat kekuasaanmu, hartamu, topengmu
Kau menjerit, menangis, merontaronta
Tapi tak ada yang mendengarmu
Kau terpenjara di rumah yang kau bangun sendiri
Disiksa keinginankeinginan yang tak berkesudahan
Dicambuk cemeti rindu dari langit yang terus memangilmanggil kedatanganmu
Maka pulanglah..
Pulanglah wahai segala kemunafikan ke tempat dimana nafsu ditaklukkan hanya sebagai kendaraan
Hingga kau mengenal lapar tanpa kelaparan, sakit tanpa kesakitan, dan hening tanpa keheningan..
BAYAN: (OKTOBER 2013)

Artikel Terkait: